
Tradisi Grebeg Besar merupakan tradisi yang dilaksanakan untuk memperingati Idul Adha di Kabupaten Demak. Tradisi Grebeg Besar dilaksanakan pada tanggal 10 Zulhijah. Tradisi Grebeg Besar menjadi salah satu ciri khas bagi masyarakat Demak yang mengandung nilai-nilai dan adat istiadat yang dipertahankan sampai sekarang.
Demak merupakan salah satu kabupaten di kawasan pesisir pantai utara Jawa yang memiliki aset budaya dan peninggalan sejarah yang tidak kalah dengan daerah lain. Demak juga memiliki tempat-tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat wisata religi, yaitu makam Raden Fatah atau makam-makam raja Demak yang terletak di kompleks Masjid Agung Demak serta makam Sunan Kalijaga di desa Kadilangu. Poerbatjaraka (dalam Salam 1960:14) menyatakan bahwa Demak berasal dari bahasa Jawa kuna yang artinya “hadiah”, yang dimaksud Demak itu sesungguhnya adalah daerah yang dihadiahkan oleh raja Majapahit kepada Raden Fatah.
Di masyarakat Demak dijumpai tradisi untuk memperingati hari-hari besar Islam, salah satunya adalah tradisi Grebeg. Tradisi ini dilaksanakan bertepatan dengan Hari Raya Kurban atau hari raya Idul Adha atau Hari Raya Besar. Oleh karena itu, tradisi ini sering disebut dengan tradisi Grebeg Besar.
Tradisi Grebeg Besar telah dikenal sejak berabad-abad silam mulai dari Kerajaan Islam Demak pada abad XV-XVI M atau sejak zaman Raden Fatah berlanjut ke Kerajaan Pajang dan Mataram Islam hingga masa kini. Pada zaman tersebut Grebeg artinya digiring, dikumpulkan, dan dikepung. Jadi Grebeg bisa berarti dikumpulkan dalam suatu tempat untuk kepentingan yang khusus.
Perayaan Grebeg Besar dimaksudkan sebagai tradisi penghormatan dan rasa syukur atas perjuangan para leluhur, khususnya sehubungan dengan kegiatan syiar Islam yang dilaksanakan oleh Wali sanga, terutama Sunan Kalijaga. Pada dasarnya upacara tradisi Grebeg Besar merupakan upacara penjamasan pusaka Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang menyebarkan agama Islam dengan cara menyesuaikan dengan aliran zaman. Beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Sunan Kalijaga mengenalkan kesenian Jawa seperti wayang kulit, gamelan, menciptakan tembang lir-ilir sebagai sarana berdakwah. Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang wali yang mempunyai kedudukan penting dalam ikut mendirikan Masjid Agung Demak. Beliau juga telah menyebarkan agama Islam di daerah Demak dan sekitarnya. Sunan Kalijaga namanya hingga kini masih tetap harum serta dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat dari yang atas sampai yang bawah. Hal ini adalah merupakan bukti bahwa beliau itu benar-benar manusia besar, besar jiwanya dan besar pula jasanya.
Pusaka Sunan Kalijaga yaitu Kiai Gondil atau Kutang Ontokusuma dan Kiai Crubuk. Pusaka Sunan Kalijaga tersebut setiap satu tahun sekali yaitu tepat pada tanggal 10 Zulhijah dilakukan penjamasan di makam Sunan Kalijaga dan penjamasan tersebut hanya boleh dilakukan oleh anak cucu dari Sunan Kalijaga. Karena sesuai dengan pesan Sunan Kalijaga agar keturunannya merawat dirinya dan pusaka yang ditinggalkannya. Kiai Gondil atau Kutang Ontokusuma adalah berwujud ageman yang dihiaskan sebagai agama Islam. Sedangkan Kiai Crubuk adalah keris pegangan santri yang dipakai Sunan Kalijaga setiap kali berdakwah sebagai pendorong semangat berdakwah. Namun untuk tahun ini penjamasan dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah, karena sesuai dengan kalender nasional yang pelaksanaan hari raya Idul adha jatuh pada tanggal 9 Zulhijah.
Tradisi Grebeg Besar merupakan perpaduan antara dua budaya yang berbeda yaitu antara budaya Jawa dengan budaya Islam yang menghasilkan akulturasi. Tradisi Grebeg Besar merupakan sebuah acara besar tradisional yang menjadi salah satu ciri khas Demak yang di dalamnya mengandung nilai-nilai dan adat istiadat yang masih dipertahankan serta merupakan suatu kebanggaan untuk daerah Demak. Tradisi Grebeg ini diselenggarakan secara kolosal dan dinanti oleh warga Demak maupun sekitarnya. Tradisi Grebeg Besar tersebut merupakan upaya nguri-uri pilar sejarah Demak, maka pelaksanaan tradisi Grebeg Besar masih dianggap penting bagi masyarakat Demak.
Terdapatnya tradisi ritual penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga ini, maka di daerah Demak dan sekitarnya berkembang mitos bahwa “pada saat penjamasan pusaka Sunan Kalijaga dilakukan penjamas tidak boleh melihat barang atau pusaka yang dijamas, namun hanya dengan cara meraba, karena kalau nekad, diyakini akan membuat mata buta”. Masyarakat Demak dan sekitarnya juga percaya “bahwa tangan sesepuh yang habis digunakan untuk menjamasi pusaka Sunan Kalijaga tersebut mampu memberikan berkah bagi siapa saja yang berhasil menciuminya”. Keistimewaan dari prosesi penjamasan ini yaitu dimana masyarakat percaya bahwa “barang siapa telah mengunjungi atau menghadiri Grebeg Besar Demak 7 (tujuh kali) berurutan, sama nilainya dengan telah melaksanakan Ibadah Haji”. Kebiasaan tradisi ritual penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga yang dilakukan secara turun temurun tersebut akhirnya menjadi sebuah tradisi yang dilakukan sampai sekarang oleh masyarakat Demak dan sekitarnya.